Katajari.com – Equitable Law Firm selaku tim kuasa hukum empat terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis batubara menyatakan akan terus mencari jalan keadilan untuk menegakkan kebenaran.
Pernyataan ini diutarakan tim kuasa hukum, Pahrozi usai digelarnya sidang putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis (30/11/2023) siang.
“Kami merasa sangat kecewa dengan vonis putusan, karena yang kami yakini itu kasus perdataan pondasinya adalah utang piutang, namun majelis hakim berpendapat lain, utang piutang itu ditarik menjadi jual beli, dan di situlah terjadi konsepsi hukumnya, sehingga mereka meyakini ada terjadinya penggelapan,” ungkapnya.
Namun, sebut dia, ini belum berakhir masih ada Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung tempat mencari keadilan.
“Kita akan terus berjuang karena putusan hakim atas dasar jual beli itu tidak terbukti dan tidak bisa kami terima, kenapa hakim masih mengambil bukti mempertimbangkan PPJB 125, padahal di fakta persidangan notarisnya secara jelas sudah menyatakan isinya itu tidak benar,” tambahya.
Dirinya juga mengaku sedang mempertimbangkan apakah melaporkan kepada kepolisian, terkait dengan adanya dugaan pelanggaran dengan memasukan keterangan palsu di fakta persidangan.
Hal senada juga disampaikan oleh Zainal Abidin, menurutnya meskipun dalam sidang tadi pikir-pikir, akan tetapi dapat dipastikan dalam kurun waktu tujuh hari ke depan melakukan banding.
“Pertimbangan mengambil bukti surat yang menyatakan itu jual beli itu adalah tidak ada sama sekali, padahal itu adalah utang piutang, itu yang kelirunya majelis. Hal tersebut jatuhnya adalah masalah keperdataan,” tegasnya.
Salah satu terdakwa AC juga mengaku bahwa, apa yang mereka perbuat dalam peristiwa , dalam hal kerjasama bisnis batu bara yang mereka lakukan adalah merupakan utang piutang.
Selain itu dirinya juga membantah tidak ada jual beli saham. Mereka utarakan dengan adanya putusan perdata dari Mahkamah Agung, bahwa adanya dasar perjanjian utang piutang.
“Prinsipnya tidak ada jual beli saham, jadi yang selalu disampaikan jual beli padahal tidak ada, jelas dasarnya ada dalam putusan perdata dari MA,” tuturnya.
Namun yang dinilai bukan atas dasar utang piutang sesuai dengan kesimpulan majelis hakim tadi RP49 miliar bukan yang RP7,2 miliar PPJB Nomor 125 dan bahkan notaris tidak mengakui bahkan itu dinyatakan salah ketik dan tidak terlihat pembayarannya.
Perwakilan dari perusahaan, Sa’ut dan Doni yang terus mengikuti jalanya persidangan dari awal hingga pembacaan vonis di PN Banjarbaru mengaku kecewa dengan dengan hasil putusan majelis hakim.
Doni pun mengutarakan keheranannya bahwa dari empat orang terdakwa hanya tiga terdakwa saja vonis atau putusannya dibacakan.
Jadi, menurutnya, terdakwa empat tidak terdengar saat pembacaan vonis, dengan demikian hal tersebut semestinya divonis bebas.
“Kami dari perwakilan karyawan sangat prihatin untuk mencari keadilan di negeri ini sangat susah, kami sempat merekam tadi bahwa pimpinan kami ada empat dalam hal ini para terdakwa, yaitu terdakwa satu, dua dan tiga dan empat,” katanya.
Sementara tadi, tambah dia, majelis hakim menyatakan yang dihukum itu adalah semua terdakwa sampai tiga, sementara terdakwa empat ternyata tidak disebutkan jadi seharusnya secara hukum terdakwa empat itu harus dibebaskan karena cacat hukum.
Majelis hakim sendiri yang diketuai oleh Rahmat Dahlan membacakan vonis putusan dalam amarnya empat terdakwa dijatuhi hukuman masing-masing berbeda sesuai dengan perannya masing-masing.
Di hadapan para terdakwa AC selaku Direktur PT.EEI TBK, HS Direktur PT.EGL, KH pemegang saham PT.EEI serta DAH selaku karyawan.
Untuk terdakwa AC dan HS dijatuhi vonis hukuman selama tiga tahun dan empat bulan pidana penjara, sedangkan KH dijatuhi hukuman dua tahun enam bulan, sementara DAH divonis tiga tahun pidana penjara.
Di antara pertimbangan dari majelis hakim adalah salah satu terdakwa sudah ada yang memasuki usia senja yakni 70 tahun.
Vonis atau putusan yang diberikan kepada para terdakwa lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya, menuntut semua terdakwa dengan pidana penjara tiga tahun sepuluh bulan. (kjc)