Katajari.com – Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis batu bara, dengan agenda pembacaan duplik kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kamis (23/11/2023).
Ditemui seusai persidangan, kuasa hukum para terdakwa, Pahrozi SH dari kantor hukum Equitable Law Firm menilai seharusnya apa yang diutarakan dalam persidangan adalah bantahan jaksa penuntut umum.
Dibalik proses persidangan itu sendiri, ia merasakan kejanggalan atas kasus yang menimpa para terdakwa yang menjadi kliennya, yakni adanya kesan dugaan rekayasa hukum dalam perkara.
Sebab, perkara ini sudah terlalu lama dan ada putusan final dari Pengadilan Tinggi Banjarmasin dan Mahkamah Agung, lalu ada PPJB yang dibuat oleh notaris atas nama Nedi, ternyata tidak ada pembayaran.
”Jadi, mengenai dasar untuk menentukan dakwaan terhadap pasal 372 PPJB nya sudah patah, tidak bisa dibuktikan di persidangan,” ungkap dia.
Kemudian, fakta persidangan berdasarkan bukti tertulis, keterangan saksi, ahli, maka peristiwa ini adalah perkara keperdataan, karena saksi pelapor H.Sar’i merasa dirugikan hutangnya tidak dibayar, itu sudah kami tegaskan.
Ia menguraikan beberapa keterangan dari saksi maupun ahli dari peristiwa, sehingga mengimbau kepada para penegak hukum, supaya mengedepankan prinsip-prinsip yang sudah diambil kebijakannya oleh pimpinan.
“Kejaksaan sudah bilang kalau perkaranya bisa didamaikan dengan melaksanakan restorative justice, tentunya dengan win win solution bukan dengan cara cara untuk memaksa,” sebutnya.
Ia berharap kepada Majelis Hakim, sebagai wakil tuhan yang maha adil, maha bijaksana, dengan tulus dan independensi dan tanpa paksaan dari pihak lain, bias memberikan putusan yang adil dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
“Ini perlu dicatat, keadilan itu akan mencari jalannya sendiri, sepandai-pandainya apapun kalian membelokkan dengan kekuasaan itu, tapi kalian tidak bisa membelokkan kuasa Tuhan,” cetus Pahrozi.
Di tempat sama, terdakwa berinisial AC mengatakan kalau dirinya tidak pernah memiliki niat untuk tidak membayar utang piutang.
“Kami tidak pernah berniat sesuatu atau berniat tidak membayar, pak Haji Sar’i juga sudah mendapatkan haknya, kenapa kemarahan itu masih dilampiaskan kepada kami berempat,” heran dia.
Ia juga bingung mengapa ini masuk di ranah pidana, dan seharusnya lihat nasib karyawan karyawan mereka.
“Kami sangat merasa nama baik kami menjadi rusak, martabat kami, saya pun merasa bingung sebagai warga negara merasa tercederai tau tau sehari setelah dipanggil lalu sehari kemudian disidangkan, lantas saya harus bersandar kepada siapa,” lirihnya.
Sidang beragendakan pembacaan duplik atau jawaban replik jaksa penuntut umum, berlangsung terbuka dan dihadiri keluarga serta berpuluh puluh karyawan di perusahaan para terdakwa. (kjc)