Tokk!! Hakim Buka Sidang Perdana Dugaan Pemalsuan Surat Nikah

Sidang perdana kasus pidana dugaan pemalsuan surat nikah, Selasa (30/5/2023) di PN Martapura. (Foto: Katajari.com)
Sidang perdana kasus pidana dugaan pemalsuan surat nikah, Selasa (30/5/2023) di PN Martapura. (Foto: Katajari.com)

Katajari.comPengadilan Negeri (PN) Martapura Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) memulai sidang perdana kasus dugaan pemalsuan surat nikah dengan menghadapkan Hj Noor Lairida sebagai terdakwa, Selasa (30/5/2023) siang.

Sidang kasus pidana dengan nomor perkara register di PN Martapura 139/Pid.B/2023/pn.mtp ini dipimpin langsung Ketua PN Martapura sebagai ketua majelis hakim, Ita Widyaningsih SH MH, dengan didampingi hakim anggota Dr Indra Kusuma Haryanto SH MH, dan Risdianto SH.

Sidang dugaan pemalsuan dokumen ini digelar dengan sistem daring online, sementara pesakitan selaku terdakwa mengikuti persidangan dari tahanan di Lapas Perempuan Kelas IIA Martapura di Jalan Pintu Air Desa Tanjung Rema Darat Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar.

Terdakwa tak sendiri dalam persidangan yang diikuti online di Lapas Perempuan tapi ditemani dua penasihat hukum dari kantor hukum Dr Samsul Hidayat SH MH dan rekan.

Kemudian, di ruang sidang Tirta di PN Martapura juga hadir para penasihat hukum terdakwa dari kantor hukum yang sama, maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dr Fakhrin Amrullah SH MH.

Sidang mulai digelar pukul 12.40 Wita dengan terlebih dahulu majelis hakim membacakan identitas terdakwa dan konfirmasi kondisi kesehatan, dilanjutkan pembacaan surat dakwaan JPU dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar.

JPU menyatakan, perbuatan terdakwa Noor Lairida melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pasal 263 ayat (2) KUHP mengatur tentang perbuatan memakai surat palsu, dengan ancaman pidana enam tahun.

Usai pembacaan dakwaan oleh JPU berikutnya sidang dilanjutkan majelis hakim pada minggu depan dengan agenda pembacaan eksepsi atau tanggapan terdakwa atas dakwaan JPU.

Tapi, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun penasihat hukumnya untuk berbicara sebelum sidang ditutup, yang dimanfaatkan para penasihat hukum kemukakan dua permohonan.

Pertama, memohon supaya sidang digelar secara offline bukan daring online. Permohonan kedua adalah meminta penangguhan penahanan terhadap terdakwa.

Penasihat hukum terdakwa diwakili Husrani Noor SE SH MH mengemukakan, ini hal penting bilamana sidang dilakukan offline di PN Martapura.

“Dengan sidang offline maka klien kami sangat perlu membuka fakta sebenarnya, karena pembuat surat ini bukan klien kami, pembuatnya sudah meninggal dunia, sedangkan klien kami juga tidak mengetahui palsu atau asli surat nikah tersebut. Banyak hal bisa diungkapkan di persidangan offline, klien bisa jelas memperjuangkan hak haknya,” kata Husrani Noor.

Sedangkan permintaan penangguhan penahanan atau pengalihan status penahanan klien, karena klien mempunyai tanggungan merawat orang tua yang lansia sekitar 60 tahun, dan kondisi kesehatan klien yang kurang sehat. (kjc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *