Katajari.com – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM sosialisasikan petunjuk pelaksanaan (Juklak) pemenuhan hak bersyarat terhadap narapidana sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Kegiatan sosialisasi ini diikuti seluruh unit kerja Pemasyarakatan yang tersambung secara virtual berpusat di Ruang Rapat Dr. Saharjo, Kantor Ditjenpas, Senin (22/8/2022).
Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan sudah diteken langsung oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 3 Agustus 2022 kemarin.
Undang-undang ini menegaskan berlakunya sistem Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman, nondiskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya penderitaan, dan profesionalitas.
“Terbentuknya UU RI Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan menguatkan posisi Pemasyarakatan sebagai posisi netral dalam Sistem Peradilan Pidana yang merespon dinamika kebutuhan masyarakat atas Keadilan Restoratif,” ucap Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono.
Senada dengan hal itu, Kakanwil Kemenkumham Kalimantan Selatan (Kalsel) Lilik Sujandi juga menyampaikan hal yang ditekankan oleh Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono pada kegiatan Sosialisasi Juklak Pemenuhan Hak Bersyarat Narapidana yang digelar secara daring.
“Pemasyarakatan telah memasuki pemajuan melalui penetapan UU Pemasyarakatan yang baru. Para Insan Pemasyarakatan Kalsel harus merespon dan mempersiapan dengan baik agar cita-cita serta harapan pemberlakuan undang-undang tersebut semakin cepat diimplementasikan,” pungkas Lilik.
Kegiatan ini diikuti langsung oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan, Sri Yuwono sebagai perwakilan Kepala Kantor Wilayah, para Pejabat Administrator dan Pengawas serta staf Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah.
UU Nomor 22 Tahun 2022 ini merupakan subsistem peradilan pidana yang dalam penyelenggaraannya meliputi penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan.
Sehingga secara langsung mencabut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat, dan belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
Dalam ketentuan lain yang juga mengatur mengenai hak dan kewajiban tahanan dan narapidana sebagaimana dijelaskan di Pasal 7-8 yang meliputi hak WBP dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.
Juga mendapatkan perawatan, baik jasmani maupun rohani, mendapatkan pendidikan, pengajaran, dan kegiatan rekreasional, serta kesempatan mengembangkan potensi.
Maupun mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak sesuai dengan kebutuhan gizi, mendapatkan layanan informasi, mendapatkan penyuluhan hukum dan bantuan hukum.
Berikutnya, menyampaikan pengaduan dan/atau keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang, mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dilindungi dari tindakan penyiksaan, eksploitasi, pembiaran, kekerasan, dan segala tindakan yang membahayakan fisik dan mental.
Kemudian, mendapatkan pelayanan sosial dan menerima atau menolak kunjungan dari keluarga, advokat, pendamping, dan masyarakat.
Sedangkan pada Pasal 8 yang mengatur kewajiban WBP yaitu mentaati peraturan tata tertib, mengikuti secara tertib program Pelayanan, memelihara perikehidupan yang bersih, aman, tertib, dan damai dan menghormati hak asasi setiap orang di lingkungannya.