Mahasiswi Magang Diduga Diperkosa Oknum Polisi

Ilustrasi pemerkosaan atau pencabulan. (Suara.com/Iqbal Asaputro)
Ilustrasi pemerkosaan atau pencabulan. (Suara.com/Iqbal Asaputro)

Katajari.comMahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) inisial VDPS diduga menjadi korban pemerkosaan oknum anggota polisi yang bertugas di Polresta Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Polisi bernama Bripka BT memperkosa mahasiswi ULM sebanyak dua kali. Pemerkosaan dilakukan saat korban dalam keadaan tidak sadar.

Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS mendesak Kapolda Kalimantan Selatan memecat Bripka BY.

“Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS bersama pimpinan ULM, pimpinan Fakultas Hukum ULM, dan BEM Fakultas Hukum ULM mendesak agar pihak kepolisian, khususnya Kapolda Kalsel, menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak Hormat (PTDH) kepada Bripka BY,” kata anggota Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS Erlina setelah dikonfirmasi oleh ANTARA dari Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Selain itu, Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS juga mendesak agar lembaga berwenang dapat melakukan pengusutan terhadap proses peradilan perkara perkosaan terhadap VDPS, kemudian menindak para pihak yang terlibat.

Sebagai ungkapan keprihatinan dan salah satu bentuk protes, Fakultas Hukum ULM menyatakan menarik semua mahasiswa yang sedang magang di Polresta Banjarmasin dan tempat-tempat magang lainnya.

Berdasarkan temuan dari Tim Advokasi Keadilan, mahasiswa Fakultas Hukum ULM dengan inisial VDPS melaksanakan program magang resmi dari fakultasnya selama sebulan di Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin pada tanggal 5 Juli sampai 4 Agustus 2021.

Dalam kesempatan tersebut, korban berkenalan dengan Bripka BT.

Bripka Bayu Tamtomo berulang kali mengajak korban untuk jalan-jalan, hingga akhirnya korban terpaksa menuruti keinginan pelaku pada tanggal 18 Agustus 2021. Dalam perjalanan, Bripka BT memberi minuman yang mengakibatkan VDPS menjadi tidak sadarkan diri hingga terjadi pemerkosaan sebanyak dua kali.

Pelaku telah menjalani proses hukum dan memperoleh pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan. Di sisi lain, korban mengalami trauma berat dan dalam pendampingan oleh psikolog guna memulihkan mental/kejiwaan korban.

“Tidak ada pendampingan hukum terhadap korban. Hanya pendampingan secara psikologis oleh dinas terkait. Hal ini mengakibatkan tidak adanya pengawalan terhadap proses hukum,” tuturnya.

Selain itu, tim advokasi juga merasa bahwa majelis hakim menjatuhkan hukuman yang sangat ringan, yakni pidana penjara 2 tahun 6 bulan dari 7 tahun ancaman maksimum dalam Pasal 286 KUHP.

“Artinya, hukuman yang dijatuhkan hakim kurang lebih seperempat dari ancaman maksimum, tepatnya 27,7 persen,” katanya.

Oleh karena itu, Tim Advokasi Keadilan untuk VDPS bersama jajaran pimpinan dari ULM, Fakultas Hukum ULM, serta BEM Fakultas Hukum ULM, mendesak agar penegakan hukum atas kasus pemerkosaan tuntas dan adil. (SuaraLampung.id)

Tinggalkan Balasan