Banjar  

Komisi II Rapat Dengar Pendapat PT Air Minum Intan Banjar

Komisi II DPRD Kabupaten Banjar rapat dengar pendapat dengan PT Air Minum Intan Banjar dan Lenoardo perihal sengketa lahan, Rabu (8/3/2023). (Foto: Humas DPRD Kabupaten Banjar/katajari.com)

Katajari.com – Terkait permasalahan sengketa lahan dengan Leonardo Agustinus Sinaga dengan PT Air Minum Intan Banjar (Perseroda), Komisi II DPRD Kabupaten Banjar mengundang mereka melalui rapat dengar pendapat, Rabu (8/3/2023)).

Komisi II mempertemukan Leonardo, warga Gang Nusa Indah Jalan S Parman, Banjarmasin Barat dengan Direktur Utama PT Air Minum Intan Banjar, Syaiful Anwar, perihal lahan di Jalan Gubernur Syarkawi RT 01, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar.

Melalui rapat dengar pendapat dicapai kesepakatan, sengketa lahan antara Leonardo Agustinus Sinaga dan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Gubernur Syarkawi PT Air Minum Intan Banjar, harus diselesaikan di pengadilan.

Sebab, tanggal 5 Januari 2023, Leonardo sudah mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Martapura Kabupaten Banjar.

“Kami tidak bisa mengintervensi pengadilan. Jadi kita tunggu saja putusannya nanti,” ucap Ketua Komisi II DPRD Banjar, M Zaini, yang memimpin pertemuan.

Bagaimana pendapat pihak PT Air Minum Intan Banjar? Syaiful Anwar mengatakan bahwa sengketa lahan sudah masuk ranah hukum, maka semuanya akan dibuktikan di pengadilan.

“Kami juga punya bukti, ada sertifikat SKT, SHM dan lain-lain, jadi kita tunggu saja hasilnya di pengadilan,” kata dia.

Satu hal ditegaskan Syaiful Anwar bahwa sebenarnya tidak elok menyebut PT Air Minum Intan Banjar mencaplok lahan warga, sebelum ada keputusan dari pengadilan.

“Tanah kami sebenarnya aman, karena tanah Leonardo berada di belakang. Tapi hak sebagai warga negara apabila tidak puas, boleh menggugat,” ucapnya.

Sementara itu, Leonardo mengaku siap menunggu keputusan di persidangan. Namun, ia juga masih membuka diri untuk mediasi atau musyawarah di luar sidang.

Leonardo Agustinus Sinaga pun berharap permasalahannya dengan PT Air Minum Intan Banjar bisa diselesaikan di luar sidang pengadilan.

“Sebab kalau menunggu keputusan pengadilan, pasti ada pihak yang dirugikan,” katanya.

Awal sengketa lahan antara kedua pihak bermula saat Leonardo memperjuangkan tanah ayahnya, Wilson Sinaga. Luasnya 19.160 meter persegi di Jalan Gubernur Syarkawi RT 01, Kecamatan Gambut.

Kepemilikan tanah itu dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 984 terbitan tahun 1982 dari Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) pertama.

“Tetapi pada tahun 1987, ayah saya meninggal,” ujarnya.

Bertahun-tahun kemudian, pada tahun 2013, proyek IPA Gubernur Syarkawi rampung dibangun di sekitar tanah ayah Leonardo.

Menurut Leonardo, instalasi itu menduduki 1.123 meter persegi tanah milik ayahnya, Wilson Sinaga.

“Sebenarnya lebih dari itu, sebab pembuangan limbahnya juga ke lahan kami,” ujarnya.

Kasus sengketa lahan ini terbilang klasik, kepemilikan tanah yang berlapis-lapis, tumpang tindih dengan nama lain.

Pada tahun 2006, PT Air Minum Intan Banjar membayar ganti rugi kepada seseorang bernama Henny Rosida.

Sebagai bukti perpindahan kepemilikan, PT Air Minum Intan Banjar memegang Surat Keterangan Tanah (SKT) Nomor 382 dan 383, juga mengklaim mempunyai SHM. (kjc)

Tinggalkan Balasan